
Kadam Sidik
Recent Posts
Tadi saya solat di salah satu surau yang tidak ada jendelanya di salah satu mall di Malaysia, saya bersampingan dengan seseorang yang kurang sedap. Buru-buru saya buka kitab ini untuk sedikit berbagi pengingat kepada saya lalu sebagian teman-teman.
Disunnahkan untuk mandi sebelum memasuki masjid, sekali pun bukan masjid al-haram. Sebab alasan penganjuran tersebut adalah karena masjid merupakan public space tempat berkumpulnya manusia. Makanya para ulama pun menganjurkan siapa pun yang mengunjungi public space apa pun itu untuk mandi terlebih dahulu, apalagi masjid atau surau.
Wallahu a’lam.
Disunnahkan untuk mandi sebelum memasuki masjid, sekali pun bukan masjid al-haram. Sebab alasan penganjuran tersebut adalah karena masjid merupakan public space tempat berkumpulnya manusia. Makanya para ulama pun menganjurkan siapa pun yang mengunjungi public space apa pun itu untuk mandi terlebih dahulu, apalagi masjid atau surau.
Wallahu a’lam.
Mungkin karena saya banyak becanda ya, jadi saat saya lagi serius dibecandain terus.
Ya sudah, tidak masalah. Itu salah saya. Mungkin kedepannya saya harus lebih serius lagi saat berinteraksi dengan kalian.
Ya sudah, tidak masalah. Itu salah saya. Mungkin kedepannya saya harus lebih serius lagi saat berinteraksi dengan kalian.
Kuburan adalah tempat yang sangat menyeramkan, bukan karena di dalamnya terkubur jasad-jasad yang telah mati; sebab pada hakikatnya, mayat hanyalah layaknya benda mati, siapa juga yang akan merasa seram terhadap sepotong kayu atau sebongkah batu yang terkubur di dalam tanah?
Sesungguhnya, hal menyeramkan itu datang karena di sanalah terkubur segala harapan; betapa banyak orang yang mengharapkan sesuatu, namun meninggal sebelum mencapai apa yang diinginkannya. Pernikahan, anak, harta, rumah, tanah, ilmu, karya-karya tulis, mendirikan sekolah, dan lain sebagainya.
Dan yang paling menyesal adalah mereka yang berharap bisa menaati Allah, namun meninggal sebelum bisa melakukannya. Renungkanlah bahwa orang yang selamat pada hari kiamat pun akan menyesali apa yang luput dari dunia mereka.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang-orang penghuni surga tidak akan menyesali apa pun kecuali satu jam yang mereka lalui tanpa mereka mengingat Allah di dalamnya.”
Itu baru keadaan mereka yang selamat; lantas bagaimana halnya dengan mereka yang jatuh ke dalam neraka?
Allah berfirman: “Itulah hari ketika orang-orang merasa rugi.” (QS. At-Taghabun: 9)
Rugi adalah ketika engkau menjual sesuatu yang berharga dengan harga yang murah. Setiap orang, kecuali para nabi, akan menyesali apa yang terlewat dari dunia mereka berupa amal saleh dan ketaatan kepada sang maha benar pada hari kiamat kelak.
Maka, gunakanlah umurmu sebaik-baiknya untuk beribadah kepada-Nya, meskipun hanya dengan merenungkan nikmat-nikmat-Nya. Betapa Dia adalah Zat yang Pemurah dan Dermawan. Lihatlah betapa banyak yang Dia berikan setiap hari kepada hamba-hamba-Nya? Lihat pula berapa banyak yang telah Dia berikan sejak makhluk pertama diciptakan?
Jangan habiskan usiamu dengan sia-sia dalam kebencian terhadap seseorang, memusuhi seseorang, iri terhadap seseorang, atau menyesali masa lalu yang tiada guna. Sebaliknya, jadilah seperti orang yang polos, yang terlihat tidak mempedulikan hal-hal semacam itu. Sebab, mayoritas penghuni surga adalah orang-orang yang polos, yakni mereka yang tidak terikat pada hal-hal yang fana dan berlomba-lomba meraih hal yang kekal.
~Syaikh Mustofa Abdunnabi
Sesungguhnya, hal menyeramkan itu datang karena di sanalah terkubur segala harapan; betapa banyak orang yang mengharapkan sesuatu, namun meninggal sebelum mencapai apa yang diinginkannya. Pernikahan, anak, harta, rumah, tanah, ilmu, karya-karya tulis, mendirikan sekolah, dan lain sebagainya.
Dan yang paling menyesal adalah mereka yang berharap bisa menaati Allah, namun meninggal sebelum bisa melakukannya. Renungkanlah bahwa orang yang selamat pada hari kiamat pun akan menyesali apa yang luput dari dunia mereka.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang-orang penghuni surga tidak akan menyesali apa pun kecuali satu jam yang mereka lalui tanpa mereka mengingat Allah di dalamnya.”
Itu baru keadaan mereka yang selamat; lantas bagaimana halnya dengan mereka yang jatuh ke dalam neraka?
Allah berfirman: “Itulah hari ketika orang-orang merasa rugi.” (QS. At-Taghabun: 9)
Rugi adalah ketika engkau menjual sesuatu yang berharga dengan harga yang murah. Setiap orang, kecuali para nabi, akan menyesali apa yang terlewat dari dunia mereka berupa amal saleh dan ketaatan kepada sang maha benar pada hari kiamat kelak.
Maka, gunakanlah umurmu sebaik-baiknya untuk beribadah kepada-Nya, meskipun hanya dengan merenungkan nikmat-nikmat-Nya. Betapa Dia adalah Zat yang Pemurah dan Dermawan. Lihatlah betapa banyak yang Dia berikan setiap hari kepada hamba-hamba-Nya? Lihat pula berapa banyak yang telah Dia berikan sejak makhluk pertama diciptakan?
Jangan habiskan usiamu dengan sia-sia dalam kebencian terhadap seseorang, memusuhi seseorang, iri terhadap seseorang, atau menyesali masa lalu yang tiada guna. Sebaliknya, jadilah seperti orang yang polos, yang terlihat tidak mempedulikan hal-hal semacam itu. Sebab, mayoritas penghuni surga adalah orang-orang yang polos, yakni mereka yang tidak terikat pada hal-hal yang fana dan berlomba-lomba meraih hal yang kekal.
~Syaikh Mustofa Abdunnabi
Live stream finished (54 seconds)
Live stream started
Mergokin pezina? apa yang harus dilakukan dalam Islam?
Hal yang paling pertama kali harus dilakukan adalah tidak berencana untuk membuka aib sang pezina.
Dalam kitab al-Musannaf Abd al-Razzaq :
قال أبو بكر الصديق: لو لم أجد للسارق، والزاني، وشارب الخمر، إلا ثوبي لأحببت أن أستره عليه.
Abu bakar al-Sidiq berkata : Seandainya aku tidak memiliki apa pun bagi pencuri, pezina, atau peminum, kecuali pakaianku, maka aku dengan senang hati menutup mereka dengan pakaianku.
Diceritakan juga bahwa suatu hati Sy. Ammar ibn Yasir pernah memergoki seorang pencuri, beliau berkata :
أستره لعل الله يسترني
“Akan aku tutupi aibnya, mungkin dengannya Allah akan menutupi aibku.”
Dalam kitab al-Zuhd Li al-Waki’ :
Diceritakan bahwa Syurahbil bin Simth bahwa ia pernah memimpin sebuah pasukan. Ia berkata: “Sesungguhnya kalian telah tiba di suatu tempat yang di sana ada wanita-wanita dan minuman keras. Maka, siapa pun di antara kalian yang melakukan pelanggaran (dosa yang mengharuskan hukuman), datanglah kepada kami agar kami membersihkannya.” Ketika berita itu sampai kepada Umar bin Khattab, beliau menulis kepadanya: “Celakalah kamu! Apakah kamu memerintahkan suatu kaum yang Allah telah menutupi (dosa) mereka agar mereka merusak penutup Allah atas mereka?”
Dan banyak sekali kisah-kisah para salaf yang sangat berjuang untuk menutup dosa yang sedang dilakukan hamba-Nya.
Itu semua terjadi karena mereka paham betul esensi dari banyaknya hadis yang membahas tentang menutup aib, di antaranya :
1. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” [HR. Muslim]
2. Dari Abdallah Ibn Umar, Rasulullah ﷺ bersabda : Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” [HR. Bukhari Muslim]
3. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa melihat aib saudaranya, lalu ia menutupinya, maka seakan-akan ia menghidupkan bayi yang terkubur hidup-hidup.” [HR. Tirmidzi]
Dan banyak sekali hadis lainnya.
Bahkan saat Rasulullah ﷺ kemudian didatangi oleh seseorang yang berusaha mengadu bahwa dirinya telah berzina, Rasulullah tidak mau menghiraukannya dengan salah satu harapan agar dia membatalkan ikrarnya dan menutup aibnya sendiri.
Dalam syariat, tidak ada cara yang lebih susah di pengadilan melebihi melaporkan seorang pezina. Di antara sekian syaratnya adalah disaksikan empat orang laki-laki yang telah menyaksikan zina tersebut secara jelas (telah melihat kemaluannya tercelup), itu pun syarat yang harus dipenuhi semua saksi ribet sekali. Empat orang itu harus tidak dikenali sebagai pendusta, ahli maksiat, dan syarat-syarat lainnya.
Apabila salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka sang pelapor akan terkena hukuman qadzf, yaitu :
1. didera dengan 80 kali cambukan.
2. Persaksiannya akan ditolak selamanya.
3. Dihukumi sebagai orang fasik.
Para ulama kontemporer menyebutkan bahwa kamera pun tidak bisa menggantikan syarat persaksian. Dalam artian, syarat di atas akan berlaku selamanya.
Sayangnya, sebagian orang yang kurang memahami agamanya dengan baik, seringkali menggunakan ayat-ayat tidak pada tempatnya.
Dan itu berbahaya sekali, sebab yang rusak tidak hanya dia, melainkan semua orang yang terpengaruh oleh ucapannya.
Hal yang paling pertama kali harus dilakukan adalah tidak berencana untuk membuka aib sang pezina.
Dalam kitab al-Musannaf Abd al-Razzaq :
قال أبو بكر الصديق: لو لم أجد للسارق، والزاني، وشارب الخمر، إلا ثوبي لأحببت أن أستره عليه.
Abu bakar al-Sidiq berkata : Seandainya aku tidak memiliki apa pun bagi pencuri, pezina, atau peminum, kecuali pakaianku, maka aku dengan senang hati menutup mereka dengan pakaianku.
Diceritakan juga bahwa suatu hati Sy. Ammar ibn Yasir pernah memergoki seorang pencuri, beliau berkata :
أستره لعل الله يسترني
“Akan aku tutupi aibnya, mungkin dengannya Allah akan menutupi aibku.”
Dalam kitab al-Zuhd Li al-Waki’ :
Diceritakan bahwa Syurahbil bin Simth bahwa ia pernah memimpin sebuah pasukan. Ia berkata: “Sesungguhnya kalian telah tiba di suatu tempat yang di sana ada wanita-wanita dan minuman keras. Maka, siapa pun di antara kalian yang melakukan pelanggaran (dosa yang mengharuskan hukuman), datanglah kepada kami agar kami membersihkannya.” Ketika berita itu sampai kepada Umar bin Khattab, beliau menulis kepadanya: “Celakalah kamu! Apakah kamu memerintahkan suatu kaum yang Allah telah menutupi (dosa) mereka agar mereka merusak penutup Allah atas mereka?”
Dan banyak sekali kisah-kisah para salaf yang sangat berjuang untuk menutup dosa yang sedang dilakukan hamba-Nya.
Itu semua terjadi karena mereka paham betul esensi dari banyaknya hadis yang membahas tentang menutup aib, di antaranya :
1. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” [HR. Muslim]
2. Dari Abdallah Ibn Umar, Rasulullah ﷺ bersabda : Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” [HR. Bukhari Muslim]
3. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa melihat aib saudaranya, lalu ia menutupinya, maka seakan-akan ia menghidupkan bayi yang terkubur hidup-hidup.” [HR. Tirmidzi]
Dan banyak sekali hadis lainnya.
Bahkan saat Rasulullah ﷺ kemudian didatangi oleh seseorang yang berusaha mengadu bahwa dirinya telah berzina, Rasulullah tidak mau menghiraukannya dengan salah satu harapan agar dia membatalkan ikrarnya dan menutup aibnya sendiri.
Dalam syariat, tidak ada cara yang lebih susah di pengadilan melebihi melaporkan seorang pezina. Di antara sekian syaratnya adalah disaksikan empat orang laki-laki yang telah menyaksikan zina tersebut secara jelas (telah melihat kemaluannya tercelup), itu pun syarat yang harus dipenuhi semua saksi ribet sekali. Empat orang itu harus tidak dikenali sebagai pendusta, ahli maksiat, dan syarat-syarat lainnya.
Apabila salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka sang pelapor akan terkena hukuman qadzf, yaitu :
1. didera dengan 80 kali cambukan.
2. Persaksiannya akan ditolak selamanya.
3. Dihukumi sebagai orang fasik.
Para ulama kontemporer menyebutkan bahwa kamera pun tidak bisa menggantikan syarat persaksian. Dalam artian, syarat di atas akan berlaku selamanya.
Sayangnya, sebagian orang yang kurang memahami agamanya dengan baik, seringkali menggunakan ayat-ayat tidak pada tempatnya.
Dan itu berbahaya sekali, sebab yang rusak tidak hanya dia, melainkan semua orang yang terpengaruh oleh ucapannya.
“Cuma Kadam yang aku percaya…”
“Kadam beda dari gus-gus lainnya…”
“Kadam beda sendiri…”
Saya sering membaca komentar seperti itu dari kalian, maka setidaknya ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan :
1. Terima kasih sebelumnya karena sudah mau percaya dan ber-husnudzon kepada saya.
2. Kenyataannya, kalian tidak benar-benar mengenal saya. Adapun faktor terbesar saya terlihat soleh, rajin, imut, manja, manis, dan semua kegemesannya ini murni karena Allah yang menutupi aib saya.
3. Komentar seperti itu tidak layak diucapkan karena beberapa alasan :
- Pujian dengan cara menjatuhkan pihak lain itu tidak cukup bijak.
- Pujian yang berlebihan justru akan mengundang benci bagi mereka yang tak mengenal, sehingga bisa saja saya yang awalnya dianggap biasa saja oleh mereka, namun setelah mendengar pujian kalian yang berlebihan itu kemudian membuat mereka risih dan mulai mencari kesalahan saya satu per satu. Hal ini tidak hanya untuk saya tentunya, semisal nanti kalian punya sosok idola, siapa pun dia, ulama, ustadz, artis, pebisnis, usahakan jangan terlalu memuji berlebihan di hadapan mereka yang tak mengenal.
Kalau benar-benar sayang pasti menjaga, bukan?
4. Jangan sampai hubungan saya dengan kawan-kawan saya kemudian merenggang karena terlalu sering kalian banding-bandingkan.
5. Jika melihat kesalahan dari mereka, langsung nasehati saja. Sebut kesalahannya dan nasehati, tak perlu membandingkan. Tak ada yang suka dibanding-bandingkan, bukan?
6. Teruslah belajar untuk menjadi lebih bijak sebagai manusia. Syariat kita memerintahkan itu. Banyak ayat-ayat di dalam al-Quran di mana Allah menyodorkan banyak hikayat agar kita bisa menjadi lebih bijak sebagai manusia. Tenang saja, memang tidak semua bisa menjadi bijak begitu saja, perlu latihan yang banyak.
Saya tahu pesan saya ini tidak akan mungkin sampai dan akan diikuti oleh semua orang, setidaknya kuantitasnya berkurang atau minimal tidak bertambah.
Jazakumullah khairan.
Tabik.
“Kadam beda dari gus-gus lainnya…”
“Kadam beda sendiri…”
Saya sering membaca komentar seperti itu dari kalian, maka setidaknya ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan :
1. Terima kasih sebelumnya karena sudah mau percaya dan ber-husnudzon kepada saya.
2. Kenyataannya, kalian tidak benar-benar mengenal saya. Adapun faktor terbesar saya terlihat soleh, rajin, imut, manja, manis, dan semua kegemesannya ini murni karena Allah yang menutupi aib saya.
3. Komentar seperti itu tidak layak diucapkan karena beberapa alasan :
- Pujian dengan cara menjatuhkan pihak lain itu tidak cukup bijak.
- Pujian yang berlebihan justru akan mengundang benci bagi mereka yang tak mengenal, sehingga bisa saja saya yang awalnya dianggap biasa saja oleh mereka, namun setelah mendengar pujian kalian yang berlebihan itu kemudian membuat mereka risih dan mulai mencari kesalahan saya satu per satu. Hal ini tidak hanya untuk saya tentunya, semisal nanti kalian punya sosok idola, siapa pun dia, ulama, ustadz, artis, pebisnis, usahakan jangan terlalu memuji berlebihan di hadapan mereka yang tak mengenal.
Kalau benar-benar sayang pasti menjaga, bukan?
4. Jangan sampai hubungan saya dengan kawan-kawan saya kemudian merenggang karena terlalu sering kalian banding-bandingkan.
5. Jika melihat kesalahan dari mereka, langsung nasehati saja. Sebut kesalahannya dan nasehati, tak perlu membandingkan. Tak ada yang suka dibanding-bandingkan, bukan?
6. Teruslah belajar untuk menjadi lebih bijak sebagai manusia. Syariat kita memerintahkan itu. Banyak ayat-ayat di dalam al-Quran di mana Allah menyodorkan banyak hikayat agar kita bisa menjadi lebih bijak sebagai manusia. Tenang saja, memang tidak semua bisa menjadi bijak begitu saja, perlu latihan yang banyak.
Saya tahu pesan saya ini tidak akan mungkin sampai dan akan diikuti oleh semua orang, setidaknya kuantitasnya berkurang atau minimal tidak bertambah.
Jazakumullah khairan.
Tabik.
Hari ini, sudah berapa halaman buku yang sudah kamu baca?
https://vt.tiktok.com/ZS2EhNFpE/
Saya baru saja selesai membaca komentar kalian di postingan ini.
Saya tidak menyangkan bahwa kalian sedalam itu menganggap saya😄. Selama ini, saya memilih untuk tidak terlalu larut dalam gemerlap popularitas karena saya punya rasa takut yang besar, rasa takut akan kecewa, rasa takut akan dikhianati perasaannya, dan semua rasa takut yang pernah dan selalu saya bayangkan tentang banyak dari kalian.
Saya terlalu perasa sebenarnya, makanya saya selalu banyak mengkaji tentang “kebergantungan”, banyak-banyak melarang kalian untuk larut di dalamnya, tahu kenapa? Karena saya sudah mengalaminya berkali-kali, dan itu rasanya sangat menyakitkan. Saya jarang bergantung, sekali bergantung, mau mati rasanya… mungkin tidak ada yang lebih menyakitkan darinya.
Selama ini saya memilih untuk tidak banyak “menganggap” kalian, karena saya pernah sakit hati sekali melihat banyak pendukung (dibaca:fans) teman-teman saya yang berbalik luar biasa saat ternyata idola mereka melakukan beberapa kesalahan, saya takut diperlakukan sama, saya memilih untuk menutup semua pintu kecewa yang akan muncul nantinya bila ternyata (audzubillah) Allah membuka sebagian aib saya, salah satunya adalah dengan tidak banyak menghiraukan kalian.
Tapi, saya tidak menyangka bahwa kalian sedalam itu menganggap saya😄. Saya mengira selama ini kalian hanya banyak berputar di dunia per-haluan layaknya mereka-mereka. Ternyata tidak, banyak dari kalian yang menganggap saya lebih dari itu.
Saya juga tidak menyangka, bahwa kata-kata yang selama ini selalu saya anggao remeh di depan kamera itu sangat besar pengaruhnya di kehidupan sebagian dari kalian…
Dipikir-pikir, perjalanan kita panjang ya, mulai dari nama Husain, Ucen, penyaringan, Channa Mereya, masa-masa syair Arab, rajin ke sawah dan kandang ayam, berjemur di pagi hari masa Korona, kemudian menjadi Kadam Sidik dengan persona yang baru, hingga sekarang melalui banyaknya kisah yang tercipta.
Tidak tahu rasanya harus mulai dari mana, tapi saya tidak bisa melakukan apa pun kecuali dengan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kalian.
Jangan berhenti doakan saya, jangan sampai hubungan kita berakhir begitu saja di dunia, mari kembali berjumpa nanti di surga dengan keluarga masing-masing. Nanti beri tahu saya tentang ceritamu, siapa nama pasanganmu, siapa saja nama anak-anakmu, apa saja yang kamu lakukan sampai-sampai Allah mempertemukan kita di surga-Nya, dan semua cerita-cerita remeh itu nanti.
Janji, ya?
Bunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mendengar Nabi ﷺ bersabda:
الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu (seperti) pasukan yang mengelompok, maka ruh-ruh yang saling kenal akan menjadi akrab, adapun ruh-ruh yang tidak saling kenal akan menjadi saling tidak cocok.”
(HR. Bukhari)
Saya baru saja selesai membaca komentar kalian di postingan ini.
Saya tidak menyangkan bahwa kalian sedalam itu menganggap saya😄. Selama ini, saya memilih untuk tidak terlalu larut dalam gemerlap popularitas karena saya punya rasa takut yang besar, rasa takut akan kecewa, rasa takut akan dikhianati perasaannya, dan semua rasa takut yang pernah dan selalu saya bayangkan tentang banyak dari kalian.
Saya terlalu perasa sebenarnya, makanya saya selalu banyak mengkaji tentang “kebergantungan”, banyak-banyak melarang kalian untuk larut di dalamnya, tahu kenapa? Karena saya sudah mengalaminya berkali-kali, dan itu rasanya sangat menyakitkan. Saya jarang bergantung, sekali bergantung, mau mati rasanya… mungkin tidak ada yang lebih menyakitkan darinya.
Selama ini saya memilih untuk tidak banyak “menganggap” kalian, karena saya pernah sakit hati sekali melihat banyak pendukung (dibaca:fans) teman-teman saya yang berbalik luar biasa saat ternyata idola mereka melakukan beberapa kesalahan, saya takut diperlakukan sama, saya memilih untuk menutup semua pintu kecewa yang akan muncul nantinya bila ternyata (audzubillah) Allah membuka sebagian aib saya, salah satunya adalah dengan tidak banyak menghiraukan kalian.
Tapi, saya tidak menyangka bahwa kalian sedalam itu menganggap saya😄. Saya mengira selama ini kalian hanya banyak berputar di dunia per-haluan layaknya mereka-mereka. Ternyata tidak, banyak dari kalian yang menganggap saya lebih dari itu.
Saya juga tidak menyangka, bahwa kata-kata yang selama ini selalu saya anggao remeh di depan kamera itu sangat besar pengaruhnya di kehidupan sebagian dari kalian…
Dipikir-pikir, perjalanan kita panjang ya, mulai dari nama Husain, Ucen, penyaringan, Channa Mereya, masa-masa syair Arab, rajin ke sawah dan kandang ayam, berjemur di pagi hari masa Korona, kemudian menjadi Kadam Sidik dengan persona yang baru, hingga sekarang melalui banyaknya kisah yang tercipta.
Tidak tahu rasanya harus mulai dari mana, tapi saya tidak bisa melakukan apa pun kecuali dengan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kalian.
Jangan berhenti doakan saya, jangan sampai hubungan kita berakhir begitu saja di dunia, mari kembali berjumpa nanti di surga dengan keluarga masing-masing. Nanti beri tahu saya tentang ceritamu, siapa nama pasanganmu, siapa saja nama anak-anakmu, apa saja yang kamu lakukan sampai-sampai Allah mempertemukan kita di surga-Nya, dan semua cerita-cerita remeh itu nanti.
Janji, ya?
Bunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mendengar Nabi ﷺ bersabda:
الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu (seperti) pasukan yang mengelompok, maka ruh-ruh yang saling kenal akan menjadi akrab, adapun ruh-ruh yang tidak saling kenal akan menjadi saling tidak cocok.”
(HR. Bukhari)
Sebagaimana saya tidak senang dipaksa menikah, saya juga tidak senang dipaksa untuk menunda nikah.
Saya punya hak eksklusif sebagai manusia merdeka untuk memilih pilihan saya.
Selesai.
Saya punya hak eksklusif sebagai manusia merdeka untuk memilih pilihan saya.
Selesai.
Ga usah ngatur, ah.
Saat saya memilih untuk belum naik pelaminan hingga sekarang, itu semua karena pilihan saya. Semisal saya punya pilihan lain, itu juga terserah saya, bukan karena desakan dari siapa pun.
Berapa banyak kehidupan yang kalian hancurkan dengan desakan-desakan kalian agar mereka menikah atau tidak menikah? Akhirnya mereka tertekan dengan desakan itu, kemudian memilih untuk menunda atau memaksakan pernikahan mereka demi hal sepele.
Apakah ada jaminan bahwa dengan segera menikah seseorang itu bahagia? Sebaliknya, adakah jaminan bahwa dengan menunda pernikahan seseorang menjadi bahagia?
Nikah itu bukan tentang sehari dua hari. Jangan terbuai dengan banyaknya drama, film, novel, atau webtoon di mana endingnya selalu diakhiri dengan gaun pengantin, lalu selesai begitu saja.
Bila mentalnya, finansialnya, kesiapan fisiknya, dan semua instrumen yang dibutuhkan telah tercukupi, kenapa menunda?
Bila mentalnya, finansialnya, kesiapan fisiknya, juga semua instrumen yang dibutuhkan belum tercukupi, kenapa terburu-buru?
Santai, hidup kita ga melulu tentang pernikahan. Banyak hal yang perlu dicapai.
Saat saya memilih untuk belum naik pelaminan hingga sekarang, itu semua karena pilihan saya. Semisal saya punya pilihan lain, itu juga terserah saya, bukan karena desakan dari siapa pun.
Berapa banyak kehidupan yang kalian hancurkan dengan desakan-desakan kalian agar mereka menikah atau tidak menikah? Akhirnya mereka tertekan dengan desakan itu, kemudian memilih untuk menunda atau memaksakan pernikahan mereka demi hal sepele.
Apakah ada jaminan bahwa dengan segera menikah seseorang itu bahagia? Sebaliknya, adakah jaminan bahwa dengan menunda pernikahan seseorang menjadi bahagia?
Nikah itu bukan tentang sehari dua hari. Jangan terbuai dengan banyaknya drama, film, novel, atau webtoon di mana endingnya selalu diakhiri dengan gaun pengantin, lalu selesai begitu saja.
Bila mentalnya, finansialnya, kesiapan fisiknya, dan semua instrumen yang dibutuhkan telah tercukupi, kenapa menunda?
Bila mentalnya, finansialnya, kesiapan fisiknya, juga semua instrumen yang dibutuhkan belum tercukupi, kenapa terburu-buru?
Santai, hidup kita ga melulu tentang pernikahan. Banyak hal yang perlu dicapai.
Dosamu.
Apa yang lebih besar dari bumi dan seisinya?
Apa yang lebih besar dari bumi dan seisinya?
Mengikuti madzhab satu daerah tanpa menyelisihinya adalah sebuah keharusan selama dia masih tinggal di sana.
Diriwayatkan bahwa al-Imam al-Qadhi Abu Ya’la al-Hanbali rahimahullah didatangi seseorang yang ingin berguru kepada beliau, beliau kemudian bertanya :
“Dari mana kamu?”
Orang tersebut menjawab :
“Saya dari daerah ini.. (daerah mayoritas bermadzhab Syafii).”
Sang imam menjawab :
“Ikutilah madzhab daerahmu..”
Begitulah seharusnya. Seseorang hendaknya mempelajari dan mengikuti madzhab daerahnya agar tidak membuat huru-hara dan fitnah di tengah-tengah masyarakat. Kecuali apabila daerah tersebut memang terkenal terdiri dari banyak madzhab, maka seseorang dibebaskan untuk memilih madzhab mana yang harus dia ikuti.
Syekh Labib Najib Hafidzahullah pernah menjelaskan bagaimana tolak ukur madzhab sebuah daerah. Beliau menerangkan bahwa caranya adalah dengan melihat muallafat (karya-karya) para ulama di daerah tersebut.
Sejauh ini, kami belum pernah menemukan muallafat para fuqoha’ di Indonesia yang bermadzhab selain Syafii.
Jadi kalau kembali ke kaidah awal, hendaknya teman-teman di Indonesia mempelajari dan mengikuti madzhab Syafii serta tidak menyelisihinya.
Wallahu a’lam.
Diriwayatkan bahwa al-Imam al-Qadhi Abu Ya’la al-Hanbali rahimahullah didatangi seseorang yang ingin berguru kepada beliau, beliau kemudian bertanya :
“Dari mana kamu?”
Orang tersebut menjawab :
“Saya dari daerah ini.. (daerah mayoritas bermadzhab Syafii).”
Sang imam menjawab :
“Ikutilah madzhab daerahmu..”
Begitulah seharusnya. Seseorang hendaknya mempelajari dan mengikuti madzhab daerahnya agar tidak membuat huru-hara dan fitnah di tengah-tengah masyarakat. Kecuali apabila daerah tersebut memang terkenal terdiri dari banyak madzhab, maka seseorang dibebaskan untuk memilih madzhab mana yang harus dia ikuti.
Syekh Labib Najib Hafidzahullah pernah menjelaskan bagaimana tolak ukur madzhab sebuah daerah. Beliau menerangkan bahwa caranya adalah dengan melihat muallafat (karya-karya) para ulama di daerah tersebut.
Sejauh ini, kami belum pernah menemukan muallafat para fuqoha’ di Indonesia yang bermadzhab selain Syafii.
Jadi kalau kembali ke kaidah awal, hendaknya teman-teman di Indonesia mempelajari dan mengikuti madzhab Syafii serta tidak menyelisihinya.
Wallahu a’lam.
https://youtube.com/playlist?list=PLtTW8ITy7XSqu-JwCIx1RJZVoV6u5ALVz&si=bpUsb5WVfVsedc-x
Episode 1 kitab Safinah al-Najah telah keluar.
Episode 1 kitab Safinah al-Najah telah keluar.